SITUS PURBAKALA PATIAYAM

Meneguhkan Kudus sebagai Museum Peradaban
Jika anda melewati jalan raya pantura Kudus-Pati, tepatnya sekitar 300 meter sebelah barat pabrik PT Pura Nusa Persada terlihat papan besar. Papan besar tersebut menunjukkan arah lokasi tempat penyimpanan benda berharga dengan sejuta makna. Makna yang luar biasa karena terkait peradaban manusia dan makhluk hidup lainnya. Dimana lagi kalau bukan Situs Patiayam.
Situs Purbakala Patiayam berdiri di desa Terban, kecamatan Jekulo, Kudus. Mulai tanggal 1 September 2014 bangunan yang lumayan representatif ini secara resmi ditempati. Menggantikan peran Polindes (bekas Puskesmas Desa Terban) sebagai tempat penyimpanan fosil-fosil purba Patiayam.
“Sebenarnya status Situs Patiayam belum museum. Banyak wartawan dan masyarakat umum yang menyebutnya museum. Itu kurang tepat. Statusnya masih rumah fosil menuju museum. Kalau dibilang museum, tentunya sudah ada berbagai fasilitas tambahan dan tempatnya lebih dari ini.” ujar Jamin, kepala Situs Purbakala Patiayam.
Jamin menambahkan bahwa, paguyuban pelestari Situs Patiayam diresmikan oleh Dinas kebuadayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kudus pada tahun 2005. Kala itu, belum ada bangunan representatif untuk menyimpan koleksi berbagai fosil purba. Tempat penyimpanan fosil masih di rumah warga. Rentang waktu tersebut antara tahun 2005 sampai 2010. Pada masa ini banyak para kolektor pemburu fosil purba yang menyambangi rumah-rumah warga untuk membeli hasil temuan fosil dari Patiayam. Namun, kita bersyukur banyak warga yang masih punya kepedulian dan sadar akan fosil purba yang tidak ternilai harganya. Sehingga koleksi fosil purba bisa bisa diamankan di Situs Purbakala Patiayam yang dapat kita lihat bersama.
“Temuan paling fenomenal rekan-rekan paguyuban pelestari Situs Patiayam terjadi pada tahun 2008. Kala itu, ditemukan fosil stegodon sepalus (gajah purba) dengan tingkat keutuhan mencapai 80%. Menurut Prof. Siswanto dari Balai Arkeologi (Balar) Yogjakarta, hal itu merupakan temuan yang spektakuler. Beliau menjelaskan bahwa perbedaan yang sangat menonjol dari Situs Sangiran dengan Situs Patiayam adalah area temuan fosilnya. Di Patiayam, lokasi tempat ditemukannya fosil sebagian besar mengumpul. Sedangkan di Sangiran berserakan dengan jarak sampai 10 meter.” kata lelaki separuh baya ini.
Sebenarnya pada tahun 1979 pernah ditemukan fosil manusia purba sejenis pithecantropus erektus oleh Prof. Yahdi Yaim dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Berupa fragmen gigi geraham, jari kelingking, tulang belakang dan serpihan tengkorak. Di tahun 2013 kemarin, Prof Yahdi Yaim datang kembali ke Situs Patiayam untuk menindak lanjuti lokasi ditemukan fragmen. Sayangnya, pada tahun itu, para arkeolog yang melakukan ekskavasi belum menemukan titik terang. Walaupun sudah ditemukan satu alat batu kapak perimpas. Penemuan ini dikirim ke Balar Yogyakarta untuk diuji laboratorium selama sepuluh hari. Rencananya Prof Siswanto akhir tahun 2015 ini akan melakukan ekskavasi kmbali di Patiayam.
Perlu diketahui bahwa terdapat lebih dari 2700 koleksi fosil purba yg sudah teridentifikasi oleh Balar Yogyakarta maupun BPSMP (Balai Pelestari Situs Manusia Purba) Sangiran. Rencananya akhir tahun ini Patiayam menjadi target utama penelitian Balar Yogyakarta dan BPSMP Sangiran. Mengingat masih banyak temuan baru yang belum dikonservasi/dirawat, sehingga terpaksa tidak ditempatkan di ruang bengkel Situs Patiayam karena keterbatasan fasilitas.
Lokasi zona inti Situs Patiayam yang diukur oleh tim ahli seluas 3600 hektar, meliputi wilayah Kabuapaten Kudus dan Kabupaten Pati. Terkait hubungannya dengan adanya Selat Muria, di kawasan Patiayam telah ditemukan sedikitnya 15 spesies hewan laut. Mulai dari berbagai jenis kerang, gigi hewan hiu sampai fragmen buaya.
Tidak semua kabupaten/kota memiliki Situs Purbakala. Rakyat dan Pemkab Kudus patut bersyukur memiliki Situs Purbakala Patiayam, Terban. Dan menjadi beban moral bagi kita semua untuk menjaga dan mengembangkannya.
Jika kita cermati, berbagai jenis situs sejarah semuanya ada di Kudus. Mulai dari masa Pubakala, Hindu-Budha, Islam, Kristen,Tionghoa, kolonial Belanda hingga revolusi kemerdekaan Indonesia. Maka sangat relevan apabila Kudus mempunyai julukan baru sebagai museum peradaban!

Foto Kegiatan Diskusi Selat Muria dan Peradabannya



















SELAT MURIA, MELAWAN LUPA PERADABANNYA!

Agus Hendratno, Geologi UGM Yogyakarta

Sore itu, halaman depan Situs Purbakala Patiayam terdapat suasana yang berbeda dari biasanya. Jika biasanya terasa sepi dengan hanya sedikit aktivitas beberapa pengunjung yang mengunjungi situs Sedikitnya 100 orang berkumpul dengan antusias dan begitu akrabnya. Latar perbukitan Patiayam menambah hangatnya suasana. Ya, komunitas Jenank (Jaringan Edukasi Napak Tilas Kabupaten Kudus) kembali menggelar acara. Diskusi publlik yang berlangsung pada hari Juma’t (29/05/2015) ini mengambil tema “Selat Muria dan Peradabannya”.
Hadir sebagai narasumber Agus Hendratno, ST.MT (dosen Geologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) Jamin (Kepala Situs Patiayam), Edy Supratno,M.Hum (sejarahwan Kudus), Nur Said, S.Ag,MA ( akademisi STAIN Kudus) dan Erik Aditia Ismaya (dosen sosio-antropologi Universitas Muria Kudus)
“Kurang lebih 2700 koleksi fosil Patiayam yang sudah teridentifikasi oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta maupun Balai Pelestari Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran. Diantara temuan itu terdapat 15 spesies hewan laut, mulai dari gigi ikan hiu, fragmen buaya hingga berbagai jenis kerang” ujar Jamin selaku Kepala Situs Purbakala Patiayam mengawali jalannya diskusi.
Jamin menambahkan bahwa masih banyak fosil yang perlu dieskavasi dari 3600 hektar area lokasi zona inti Patiayam. Sementara itu, Agus Hendratno memaparkan bahwa produk geologi 1,7 juta tahun yang lalu di sekitar Muria menghasilkan adanya berbagai fosil baik binatang purba darat maupun laut.
“Dengan berpijak pada konsep geologi sebagai ranah ruang dan waktu, adanya perubahan kenampakan bentuk muka bumi dari laut menjadi darat adalah sesuatu yang wajar. Adanya selat Muria bukanlah sebuah mitologi lagi, tetapi fakta yang benar adanya ” kata ahli Geologi kelahiran Kudus ini.
Agus menambahkan bukti otentik adanya selat Muria yaitu saat beberapa tahun lalu ahli sejarah UNDIP melakukan pengeboran di kawasan Mranggen, Demak. Terdapat polen pada endapan rawa, yang saat dicermati dengan perbesaran seribu kali di bawah mikroskop binokuler terlihat putik sari dari bunga. Bukti ini menunjukkan adanya endapan - endapan tanaman di sekitar rawa/danau di wilayah Demak sampai Juwana. Bukti otentik lainnya dilihat saat pengeboran di daerah Karangrowo Undaan Kudus pada kedalaman 90 meter terdapat pasir putih dan muncul air asin.

 
Copyright © 2014 Jenank ( Jaringan Edukasi Dan Napak Tilas Kabupaten Kudus ). All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger