Home » , » Mauludan Jawian Desa Padurenan Kudus

Mauludan Jawian Desa Padurenan Kudus

Posted by Jenank ( Jaringan Edukasi Dan Napak Tilas Kabupaten Kudus ) on Selasa, 26 Mei 2015


Padurenan adalah sebuah desa kecil di sebelah barat laut Kota Kudus, dengan wilayah tersempit di Kecamatan Gebog. Semula desa ini bukanlah sebuah desa yang cukup dikenal di wilayah Kudus.
Baru pada sekitar awal millennium ke dua, ketika Desa Padurenan ditetapkan sebagai sentra UMKM bordir dan konveksi, maka secara tiba-tiba Desa Padurenan mulai dikenal publik di negeri ini. Jika awalnya publik mengenalnya lewat bordir dan konveksi, maka ketika ternyata Desa Padurenan mempunyai potensi lain yang berbeda dengan desa lain, maka publik mulai melirik dan memperhatikan potensi-potensi lain yang dimiliki oleh masyarakat Desa Padurenan.
Untuk kuliner, masyarakat Padurenan mempunyai masakan khas, yang tidak akan dapat dijumpai di seluruh wilayah Kabupaten Kudus, yaitu, ‘Pecelan Godong Telo Gendruwo’. Masakan ini mirip dengan urap-urap, tapi beda pada bumbu, dimana bumbu yang dipakai menyertakan, terasi dan tempe busuk. Ada satu lagi budaya masyarakat Padurenan yang menjadi pusat perhatian pada akhir-akhir ini yaitu, Mauludan Jawiiyan
Dilihat dari sisi kelahirannya Mauludan Jawiyan, diperkirakan muncul sekitar abad ke 17, seiring dengan kehadiran Raden Muhammad Syarif, yang konon berasal dari Sumenep Madura, di desa Padurenan. Raden Muhammad Syarif, yang adalah salah satu pangeran dari Sumenep ini melarikan diri dari Madura karena tidak mau tunduk pada VOC, sebagai konsekuensi logis dari kekalahan pemberontakan Trunojoyo melawan VOC. Beliau datang dengan membawa budaya baru yang islamik, salah satunya yaitu Muludan Jawan. Meski penamaan Muludan Jawian sendiri diperkirakan baru muncul pada generasi belakangan, sesudah wafatnya Raden Muhammad Syarif.
Mauludan Jawian adalah sebuah tradisi yang dilaksanakan di Padurenan pada tanggal 12 Robiul Awwal yaitu tepatnya pada tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW. Disebut dengan Mauludan Jawian karena lagu-lagu dalam pelaksanaan Mauludan Jawian tersebut bernuansa Jawa. Lagu-lagu tersebut hampir mirip dengan lagu kinanthi dan lagu-lagu Jawa lainnya. Mauludan Jawian dilaksanakan dengan berzanzi dan syaroful anam.
Mauludan Jawian dilaksanakan murni dengan suara, tanpa menggunakakn alat seperti jidur, rebana, atau alat-alat musik Islam lainnya. Hal tersebut dilaksanakan agar pelaksana Mauludan Jawian khusyu’ dalam berdo’a. Mauludan jawian mempunyai pengaruh terhadap rohani seseorang untuk menentramkan hati dan pikiran karena termasuk penghormatan terhadap Nabi agung Muhammad SAW.
Pembawa tradisi Mauludan Jawian adalah Raden Muhammad Syarif dari Sumenep. Mauludan Jawian dilaksanakan di Masjid As-Syarif Padurenan, dimana masjid tersebut dibangun oleh Raden Muhammad Syarif. Proses pelakasanaan Mauludan Jawian diawali dari iftitah, tahlil, kemudian Mauludan Jawian dan tidak ada mauidoh terlebih dahulu. Ditengah acara tersebut ada istirahatnya (makan & minum). Mauludan Jawian mulai di laksanakan pada jam 8 malam sampai jam setengah 1 malam.
Biasanya setelah tanggal 12 Rabiul Awwal juga diadakan Mauludan lagi di mushola-mushola dan masjid-masjid di Padurenan yang lain. Tetapi khusus untuk tanggal 12 Rabiul Awwal itu dilaksanakan di masjid peninggalan Raden Muhammad Syarif.
Sebenarnya Mauludan Jawian dahulu itu tidak di daerah Padurenan saja, tetapi ada juga di daerah Gerjen dan Besito. Tetapi karena tidak ada yang meneruskannya, maka tradisi Mauludan Jawian tersebut hilang. Dan untuk di daerah Padurenan ini merupakan suatu keharusan malakukan Mauludan Jawian, sehingga sampai sekarang Mauludan Jawian tetap ada di Padurenan.

https://www.facebook.com/pages/Jenank/392889740859633?fref=ts

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Jenank ( Jaringan Edukasi Dan Napak Tilas Kabupaten Kudus ). All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger