Home » , , » Napak Tilas Perempuran Muria

Napak Tilas Perempuran Muria

Posted by Jenank ( Jaringan Edukasi Dan Napak Tilas Kabupaten Kudus ) on Minggu, 31 Mei 2015

Jika Semarang mempunyai kisah Perang Lima Hari, di Ambarawa ada kisah Palagan Ambarawa, di Bandung memiliki cerita Bandung Lautan Api dan  di Surabaya mempunyai kisah 10 November yang sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan, di kawasan Muria pun memiliki kisah serupa.



Dalam rangka peringatan hari pahlawan pada 10 November 2014, Jaringan Edukasi Napak Tilas Kabupaten Kudus (JENANK), Minggu (21/10), menggelar napak tilas Pertempuran Muria bertema “Kudus, Secercah Tumpah Darah Daulat Merah Putih”. Dalam acara ini, hadir puluhan peserta yang didominasi kaum muda. Diantaranya meliputi mahasiswa dari Universitas Muria Kudus (UMK), Universitas Diponegoro (UNDIP), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, beberapa komunitas dan masyarakat Kudus.

Kami mengawali acara dengan berjalan kaki dari markas Kodim Kudus 0722 ke Stasiun Kudus, yang kini lebih dikenal sebagai pasar Johar. Setelah mendengar penjelasan sejarah tentang Stasiun Kudus. Menurut penjelasan Edy Supratno,  sejarawan Kudus, dulu stasiun yang menjadi jalur vital di Kudus ini  pernah dihujani tembakan oleh Belanda saat agresi militernya.

Kami melanjutkan perjalanan ke Tugu Identitas.  Meninggalkan Tugu Identitas, rombongan napak tilas  bertolak ke Markas Gerilya yang bertempat di desa Besito dilanjut ke Markas Komando Macan putih di desa Glagah Kulon, Kecamatan Dawe naik truk barak milik Kodim. Jarak yang lumayan jauh tak memungkinkan untuk ditempuh dengan jalan kaki.

Kegiatan ini merupakan bentuk aksi JENANK untuk mensosialisasikan tempat-tempat bersejarah di Kudus sekaligus untuk mengenang perjuangan pasukan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, terutama di daerah Muria. Juga sekaligus bentuk kegiatan dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. “Sebagai generasi muda sudah sepatutnya kita mengerti sejarah, terutama sejarah lokal agar dapat lebih menghargai perjuangan sespuh kita,” ujar Danar, Ketua JENANK.

Tujuan kegiatan yang dilakukan oleh komunitas pecinta sejarah ini adalah sebagai upaya untuk mengingat tentang kisah heroik yang pernah terjadi di Kudus, dengan bernapak tilas dibeberapa titik sentral pertempuran Muria. Sekaligus memperkenalkan dan mengajak masyarakat untuk mengingat sejarah tentang Kudus yang tak banyak diketahui karena tidak tercatat di buku-buku pelajaran sejarah.

Diskusi Sejarah

Selain napak tilas, acara ini juga menggelar diskusi sejarah di area Monumen Macan Putih. Dalam diskusi yang di mulai sekitar pukul 10.00 WIB  itu menghadirkan saksi hidup Pertempuran Muria, Mbah Nasir dan sejarawan Kudus, Edy Suprapto, S.Ag, M.Hum.

Mbah Nasir mengawali ceritanya dengan mengungkapkan berterimakasih dan kegembiraannya kepada semua yang hadir dalam acara. “Saya berterimakasih kepada generasi muda, meskipun sedikit, saya bersyukur masih ada yang mengingat tentang sejarah,” tuturnya.

Hari itu kami  memfokuskan membicarakan mengenai sejarah pertempuran di Muria. Mbah Nasir menceritakan kisah masa lalunya, tentang perang melawan Belanda yang terjadi di kawasan Muria. Seperti yang  kita ketahui, terjadi serangan besar-besaran baik dari darat, laut dan udara pada agresi militer pertama pada 21 Juli 1947. Kerusakan fisik tak dapat dihindari, tapi masih beruntung tidak ada korban jiwa dalam serangan di Muria.

Menyambung cerita Mbah Nasir, Edy menambahkan, dalam agresi militer kedua pada 19 Desember 1948, tak tanggung-tangung Kudus dijadikan sebagai pusat pergerakan untuk menguasai beberapa daerah sekitar seperti. Tak cukup itu, Belanda juga mengambil alih pabrik gula Rendeng.

Berdasar pada perintah Markas Besar Komando Djawa pada tanggal 22 Desember 1948, dibentuklah Komando Daerah Muria yang meliputi tiga wilayah yakni Kudus, Pati dan Jepara. Dengan bermarkas di Desa Bageng, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Beberapa kali pasukan dibawah komando Kapten Ali Machmoedi pasukannya melakukan serangan terhadap tentara Belanda. Sampai akhirnya Ali Machmoedi gugur tertempak saat bertempur di Desa Bergad Pati dan digantikan oleh Mayor Koesmanto.

Seiring kepemimpinan Mayor Kusmanto dengan pasukan elite yang dinamai pasukan Macan Putih, terjadi pemindahan markas dari Bergad ke Desa Glagah Kulon, Kecamatan Dawe, Kudus. Pertempuran sebagai upaya perlawanan terhadap Belanda mulai dari terbentuknya Komando daerah Muria pada 1947 sampai Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949 menggugurkan banyak kusuma bangsa. Jasad-jasad baik yang diketahui identitasnya maupun yang tidak dimakamkan di satu tempat di Makam Pahlawan Setya Pertiwi di Desa Kaliputu Kudus pada 1 Januari 1950.

Kegiatan ini disambut antusias, terbukti dari antusias yang nampak pada peserta saat diskusi berlangsung. Khoiron, salah satu peserta dari komunitas Pecinta Kopi Malam, mengaku senang dengan adanya kegiatan ini. Ia juga berharap semoga JENANK dapat melebarkan sayapnya agar masyarakat kudus tidak buta sejarah. 

SHARE :
CB Blogger

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Jenank ( Jaringan Edukasi Dan Napak Tilas Kabupaten Kudus ). All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating Website and CB Blogger